Selasa, 14 Agustus 2012

Untitled

Today is raining. in this situation mom and her 6 years old daughter, Annisa always spend time together. They really get their quality time. Mom knows her daughter loves rain.

"hey sweetheart look at outside, it’s raining" said mom

"yes it’s wonderful, mom" said Annisa. she looks really happy

"give me ur hands" then mom take her hands out of window "close ur eyes, feels the water, and smells the air"

"hmm it’s really fresh mom"

"yes honey, now try to catch the rain"

Annisa tried to catch the rain, but they always comes out from her hands "i can’t mom, it’s not enough in my hands"

then mom smiled at Annisa and said, "Trying to catch the rain is same as u count the gift of God. u won’t be able to contain it. All u can do is enjoy Gods given and thank Gods for blessing that never runs out. Thanks for every breath that He has given us. Thank Him for every part of ur life…"

"how could i thank for Him mom?"

"say Alhamdulillah honey in everything u get."

"even if we get the bad things mom?"

"yes"

"why?"

"from the bad things u could learn how to get the good things. Call his name. He would be always beside u, help u when u in trouble. He never leaves u"

"it means He loves me mom?"

"yes honey, He loves u. He loves everybody even they have a different faith with us."

"why is He so kind to us?"

"because we are His creatures, so He cares of us, safe us, and never let us in trouble."

Untuk sahabatku sebgai bahan perenungan

Read More ..

Tamparan Les

Kalo temen-temen baca cerita gue minggu lalu tentang tobucil dan bapak tukang becak di Stupid Journey, pasti ngerti cerita gue kali ini. Cerita ini masih berkaitan sama tobucil, tiap Jumat udah pasti gue ada kelas nulis disana. Ya... kalian taulah tulisan gue kaya apaan, masih acakadut. Sama anak SD aja masih bagusan tulisan mereka. Jadi gue harus belajar gimana caranya ngebuat tulisan fiksi yang berkualitas.


Seperti biasa, gue, mimin, dan iffah janjian di tobucil, tapi mimin bilang mau ke kosan gue dulu. Gue nungguin si mimin kaga dateng-dateng dah, udah jam 2 siang mana ga ada kabar jadi apa ga  dia ke kosan. Tiba-tiba ada yang teriak-teriak dari luar sambil ngegedor-gedor pintu kamar gue. Ternyata si Mimin, dia ngomel-ngomel karena udah manggilin gue dari luar tapi ga ada jawaban.
Mimin: "Yu, buset dah, gue tereak-tereak manggilin lo diluar, gue ga bisa masuk tau... pintu gerbang lo dikunci" 
Gue: cengar-cengir sambil mikir kayanya ada yang berubah dari mimin. 
Gue ngeliatin mimin dengan seksama dari ujung kaki ampe ujung kepala. Behel bukan, behelnya masih yang itu-itu aja. baju bukan juga, mimin masih pake baju dan jeans belelnya, dia ga pake dress kok means mimin masih "normal". Gue berpikir keras, saking kerasnya gue rasa otak gue langsung menciut terus korslet sampe  meledak duaarrr. Ternyata mikirin perubahan apa yang terjadi pada diri mimin sama kaya lo disuruh ngerjain  soal-soal algoritma. Sulit.

Gue mencoba mengalihkan pikiran gue dengan ngebahas hal-hal lain. Gue ga maulah otak gue korslet semua, tapi tetep ga bisa. Aaaarrgghhhh... gue penasaran tingkat dewa. Gue hampir putus asa dan memikirkan hal-hal diluar batas seperti mengikat Mimin dikursi sambil mengancam "Min, lo mau ngasih tau gue apa ga, apa yang berubah dari lo? kalo ga gue masukin kecoa ke baju lo!!! hmm ekstrim dan pasti berhasil mengingat Mimin yang menganalogikan kecoa itu lebih mengerikan dibandingkan dinosaurus atau hantu-hantu yang ada di Indonesia.

Cara itu gue skip karna agak susah nyari kecoa siang-siang, dan agak kurang kerjaan sih sebenernya. Orang-orang pasti aneh ngeliatin gue. Oke stop. Setengah jam kemudian gue baru sadar perubahan Mimin ada di rambutnya yang baru dipotong sehingga kelihatan lebih rapi dari biasanya. Yeeaaayyy... i got the answer!!!

Mari lupakan rambut baru mimin, dan beralih ke kelas menulis. Hari ini ngebahas Teknik Menulis Kreatif, dan kami disuruh membuat kalimat fiksi dan non fiksi. Gue suka bermasalah sama yang namanya perumpamaan. buat gue nulis ya nulis aja, gue cuma mencoba jujur dengan apa yang gue tulis tanpa mengurangi rasa hormat terhadap literatur karya-karya sastra.

Satu hal yang menampar gue adalah ketika pengajar les gue bilang, "sekarang banyak penulis-penulis modern bermunculan tapi cuma sedikit yang tau sejarah karya sastra fiksi" gue emang pengen banget jadi penulis cerpen, novel or whatever tapi gue ga mau jadi penulis yang ga tau sejarah fiksi. terlepas apakah nanti gue bakalan make tata caranya ataupun gue keluar jalur.

Gue bukan Djenar Maesa Ayu, Ayu Utami, Agnes Jessica ataupun Clara Ng. Gue bahkan agak males ngebaca tulisan-tulisan Djenar atau Ayu Utami. Bukan apa-apa, otak gue ga nyampe cyin ngebaca tulisan mereka. but someday i'll read their books. Lo harus tau bacaan gue dari kecil itu donal bebek, bobo, cerita-cerita princess dari Walt Disney, standar. Sampe SMA pun bacaan gue cuma seputar teenlit, chicklit. Pas kuliah bacaan gue beralih ke metropop. that means ga ada bacaan gue yang "berat-berat".

Tapi dari les kemarin gue harus maksain baca buku-buku yang lebih berkualitas, itu buat menambah khasanah penulisan gue nanti. Gue yakin Raditya Dika yang tulisannya itu ngebanyol mulu bacaannya ga cuma bacaan kelas teri. Jadi gue bakalan baca berbagai jenis karya sastra. mulai dari yang lucu sampe yang beratnya ngebuat otak meledak. :D


Read More ..

Rabu, 01 Agustus 2012

To be an Agnostic is my choice


 Aku Vita, mahasiswa komunikasi di salah satu perguruan tinggi Bandung. Aku dilahirkan dari keluarga yang sangat religius. Ayahku beragama Kristen dan ibuku beragama islam. Dalam hidupku, aku sudah terbiasa dengan kedua ajaran ini.

Ketika hari minggu tiba, ayah selalu mengajakku ke gereja, dia juga mengajariku segala hal mengenai Yesus dan kasihnya sebagai juru selamat bagi seluruh umat. Ayahku selalu bersemangat menjelang paskah karena pada saat itu selalu ada drama penyaliban Yesus. Ayah selalu menceritakan pengorbanan Yesus yang seharusnya menjadi bahan perenungan manusia untuk tetap berada di jalan Tuhan. Meski Ayahku beragama Kristen namun ia tidak pernah makan-makanan yang dilarang oleh agama Ibu. Kata Ayah, itu salah satu caranya untuk menghormati agama Ibu.

Ibuku lain lagi, ia tidak pernah memaksa aku untuk ikut ke masjid jika ada hari-hari perayaan Islam. Ia juga tidak pernah mendoktrin aku dengan ajarannya. Aku hanya melihat tata caranya melakukan ibadah sehari-hari. Yang aku tahu, ibuku melakukan lima kali sholat dalam sehari. Sebelum sholat ia selalu membasuh anggota badan tertentu yang kemudian aku tahu namanya berwudhu. Aku Cuma memperhatikan dan bertanya. Sesekali aku membaca sendiri buku-buku agama ayah dan ibuku.

Hingga 17 tahun aku tidak pernah berfikir untuk memilih agama. Adalah suatu ketidakadilan bagi mereka jika aku memilih salah satu agama, ya walaupun ayah dan ibuku tidak pernah memperdebatkan aku harus ikut agama siapa. Mereka justru menyerahkan semua keputusannya kepadaku.

Hidup diantara dua agama seperti ini merupakan hal terindah. Disini, aku belajar arti toleransi, tanggung jawab bahkan berbagi kasih. Alangkah indahnya kehidupan kedua orangtuaku, pikirku saat itu. Aku sayang mereka, dan tidak mau membuat mereka kecewa.

Agama bukanlah satu-satunya alasan manusia untuk bisa hidup. Manusia hidup tentu mempunyai tujuan lain, yaitu Tuhan. Aku berfikir, Tuhan tentunya tidak pernah memperdebatkan manusia untuk masuk ke agama manapun asalkan manusia itu bertanggung jawab atas apa yang telah ia pilih. Dan suatu saat aku pun harus memilih.

Seiring berjalannya waktu, aku tumbuh dengan sangat baik.dan tidak pernah kekurangan suatu apapun Tumbuh dengan cinta kasih yang tidak semua orang bisa miliki. Aku rasa itu merupakan anugerah dari Tuhan yang patut aku syukuri. Pemikiranku mengenai Tuhan semakin membawaku ke arah siapa itu Tuhan, dan apa yang mendasari-Nya menurunkan manusia ke bumi?.

Dari semua pemikiran-pemikiran tersebut akhirnya aku berkesimpulan, bagiku Tuhan itu satu. Tentunya Dia bukan manusia, bukan juga patung-patung yang dibuat oleh tangan-tangan manusia, akupun tidak mempercayai adanya reinkarnasi. Tuhan itu tidak berwujud. Aku tentu tidak bisa menerima konsep tritunggal ataupun trinitas yang diajarkan Ayahku. Bagiku Yesus Cuma manusia biasa yang diangkat oleh Tuhan sebagai manusia kepercayaannya untuk menyebarkan suatu kebenaran.

Semua jawaban aku temukan di agama ibuku sebenarnya. Islam tidak mengenal tritunggal, yang ibu sembah ialah Allah yang jelas tidak berwujud. Namun kemudian aku berpikir lagi tidak mempunyai agama jauh lebih baik karena sejujurnya aku tidak ingin seperti mereka yang terlalu fanatik terhadap agama yang mereka yakini benar. Baku hanatam, bahkan tak segan untuk saling membunuh atas nama Tuhan sungguh membuatku miris dan tidak ingin mempunyai agama.

Hey, jangan berfikiran negatif dulu. Aku Cuma bilang tidak mau beragama, bukan tidak percaya Tuhan. Aku tetap percaya adanya Tuhan. Tapi aku rasa agama Cuma mempermainkan manusia saja, dipenuhi aturan-aturan yang tidak jelas untuk apa, terlalu menganggap jika ajaran mereka benar dan yang lain salah.

Padahal Tuhan bahkan tidak menginginkan terjadinya kehancuran di dunia hanya karena benar atau salah. Tuhan justru menginginkan manusia untuk hidup damai dan sejahtera. Untuk apa mengaku beragama kalau tidak pernah mengamalkan apa yang ada di dalam agama tersebut. Untuk apa beragama jika kelakuannya tidak mencerminkan orang yang beragama?.

So now, to be an agnostic is my choice. Yes I wanna be an agnostic, I still believe in God and His power. But I don’t believe religion.

Untuk sahabatku sebagai bahan perenungan

Read More ..

Biru Itu Tak Selamanya biru

Biru itu tak selamanya biru, tapi Gadis selalu menikmatinya ketika biru menampakkan warna halusnya.


Biru itu tak selamanya biru, tapi Gadis selalu mengagumi perubahannya. Bagi Gadis biru itu tak sekedar warna. Biru itu ciptaan Tuhan yang sangat kompleks, Gadis selalu berfikir bagaimana Tuhan menciptakan biru, namun nalarnya selalu tidak bisa menggapai kuasa Tuhan tersebut.

Biru itu tak selamanya biru, tapi Gadis selalu mencintainya. Bagi Gadis mencintai Biru sama dengan mencintai Tuhannya. Melihat biru selalu membuatnya berfikir betapa kecil dan ringkihnya ia dihadapan Tuhan. Biru selalu membuatnya bersyukur setiap hari. Biru selalu membuat Gadis ingat kebesaran Tuhan.


Gadis selalu memikirkan dimana biru ini berakhir, namun ia tak pernah menemukannya walaupun biru itu tak selamanya biru.

Untuk sahabatku sebagai bahan perenungan

Read More ..