Rabu, 01 Agustus 2012

To be an Agnostic is my choice


 Aku Vita, mahasiswa komunikasi di salah satu perguruan tinggi Bandung. Aku dilahirkan dari keluarga yang sangat religius. Ayahku beragama Kristen dan ibuku beragama islam. Dalam hidupku, aku sudah terbiasa dengan kedua ajaran ini.

Ketika hari minggu tiba, ayah selalu mengajakku ke gereja, dia juga mengajariku segala hal mengenai Yesus dan kasihnya sebagai juru selamat bagi seluruh umat. Ayahku selalu bersemangat menjelang paskah karena pada saat itu selalu ada drama penyaliban Yesus. Ayah selalu menceritakan pengorbanan Yesus yang seharusnya menjadi bahan perenungan manusia untuk tetap berada di jalan Tuhan. Meski Ayahku beragama Kristen namun ia tidak pernah makan-makanan yang dilarang oleh agama Ibu. Kata Ayah, itu salah satu caranya untuk menghormati agama Ibu.

Ibuku lain lagi, ia tidak pernah memaksa aku untuk ikut ke masjid jika ada hari-hari perayaan Islam. Ia juga tidak pernah mendoktrin aku dengan ajarannya. Aku hanya melihat tata caranya melakukan ibadah sehari-hari. Yang aku tahu, ibuku melakukan lima kali sholat dalam sehari. Sebelum sholat ia selalu membasuh anggota badan tertentu yang kemudian aku tahu namanya berwudhu. Aku Cuma memperhatikan dan bertanya. Sesekali aku membaca sendiri buku-buku agama ayah dan ibuku.

Hingga 17 tahun aku tidak pernah berfikir untuk memilih agama. Adalah suatu ketidakadilan bagi mereka jika aku memilih salah satu agama, ya walaupun ayah dan ibuku tidak pernah memperdebatkan aku harus ikut agama siapa. Mereka justru menyerahkan semua keputusannya kepadaku.

Hidup diantara dua agama seperti ini merupakan hal terindah. Disini, aku belajar arti toleransi, tanggung jawab bahkan berbagi kasih. Alangkah indahnya kehidupan kedua orangtuaku, pikirku saat itu. Aku sayang mereka, dan tidak mau membuat mereka kecewa.

Agama bukanlah satu-satunya alasan manusia untuk bisa hidup. Manusia hidup tentu mempunyai tujuan lain, yaitu Tuhan. Aku berfikir, Tuhan tentunya tidak pernah memperdebatkan manusia untuk masuk ke agama manapun asalkan manusia itu bertanggung jawab atas apa yang telah ia pilih. Dan suatu saat aku pun harus memilih.

Seiring berjalannya waktu, aku tumbuh dengan sangat baik.dan tidak pernah kekurangan suatu apapun Tumbuh dengan cinta kasih yang tidak semua orang bisa miliki. Aku rasa itu merupakan anugerah dari Tuhan yang patut aku syukuri. Pemikiranku mengenai Tuhan semakin membawaku ke arah siapa itu Tuhan, dan apa yang mendasari-Nya menurunkan manusia ke bumi?.

Dari semua pemikiran-pemikiran tersebut akhirnya aku berkesimpulan, bagiku Tuhan itu satu. Tentunya Dia bukan manusia, bukan juga patung-patung yang dibuat oleh tangan-tangan manusia, akupun tidak mempercayai adanya reinkarnasi. Tuhan itu tidak berwujud. Aku tentu tidak bisa menerima konsep tritunggal ataupun trinitas yang diajarkan Ayahku. Bagiku Yesus Cuma manusia biasa yang diangkat oleh Tuhan sebagai manusia kepercayaannya untuk menyebarkan suatu kebenaran.

Semua jawaban aku temukan di agama ibuku sebenarnya. Islam tidak mengenal tritunggal, yang ibu sembah ialah Allah yang jelas tidak berwujud. Namun kemudian aku berpikir lagi tidak mempunyai agama jauh lebih baik karena sejujurnya aku tidak ingin seperti mereka yang terlalu fanatik terhadap agama yang mereka yakini benar. Baku hanatam, bahkan tak segan untuk saling membunuh atas nama Tuhan sungguh membuatku miris dan tidak ingin mempunyai agama.

Hey, jangan berfikiran negatif dulu. Aku Cuma bilang tidak mau beragama, bukan tidak percaya Tuhan. Aku tetap percaya adanya Tuhan. Tapi aku rasa agama Cuma mempermainkan manusia saja, dipenuhi aturan-aturan yang tidak jelas untuk apa, terlalu menganggap jika ajaran mereka benar dan yang lain salah.

Padahal Tuhan bahkan tidak menginginkan terjadinya kehancuran di dunia hanya karena benar atau salah. Tuhan justru menginginkan manusia untuk hidup damai dan sejahtera. Untuk apa mengaku beragama kalau tidak pernah mengamalkan apa yang ada di dalam agama tersebut. Untuk apa beragama jika kelakuannya tidak mencerminkan orang yang beragama?.

So now, to be an agnostic is my choice. Yes I wanna be an agnostic, I still believe in God and His power. But I don’t believe religion.

Untuk sahabatku sebagai bahan perenungan

Tidak ada komentar: